Tuesday, June 5, 2007
Kerinduan seorang anak...
Sewaktu masih kecil, aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya. Ia selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugas seperti menyapu lantai dan mengepelnya setiap pagi dan sore. Setiap hari, aku dipaksa membantunya memasak di pagi buta sebelum papi dan kakakku bangun. Bahkan ketika pulang sekolah, ia tak mengizinkanku bermain sebelum semua pekerjaan rumah dibereskan. Sehabis makan, aku pun harus mencucinya sendiri juga piring bekas masak dan makan yang lain. Tidak jarang aku merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya hingga setiap kali mengerjakannya aku selalu bersungut-sungut.
Kini, setelah dewasa aku mengerti kenapa dulu ia melakukan itu semua. Karena aku juga akan menjadi seorang istri dari suamiku, ibu dari anak-anakku yang tidak akan pernah lepas dari semua pekerjaan masa kecilku dulu. Terima kasih Mami, karena engkau aku dopersiapkan menjadi istri yang baik bagi suamiku dan ibu yang dibanggakan oleh anak-anakku nantinya.
Saat pertama kali aku masuk sekolah di Taman Kanak-Kanak, ia yang mengantarku hingga masuk ke dalam kelas. Dengan sabar pula ia menunggu. Sesekali kulihat dari jendela kelas, ia masih duduk di seberang sana. Aku tak peduli dengan setumpuk pekerjaannya di rumah, dengan rasa kantuk yang menderanya, atau terik, atau hujan. Juga rasa jenuh dan bosannya menunggu. Yang penting aku senang ia menungguiku sampai bel berbunyi.
Kini, setelah aku besar, aku malah sering meninggalkannya, bermain bersama teman-teman, bepergian. Tak pernah aku menungguinya ketika ia sakit, ketika ia membutuhkan pertolonganku disaat tubuhnya melemah. Saat aku menjadi orang dewasa, aku sadar apa yang aku lakukan padanya amat salah..
Di usiaku yang menanjak remaja, aku sering merasa malu berjalan bersamanya. Pakaian dan dandanannya yang kuanggap kuno jelas tak serasi dengan penampilanku yang trendy. Bahkan seringkali aku sengaja mendahuluinya berjalan satu-dua meter didepannya agar orang tak menyangka aku sedang bersamanya.
Padahal menurut cerita orang, sejak aku kecil Mami memang tak pernah memikirkan penampilannya, ia tak pernah membeli pakaian baru, apalagi perhiasan. Ia sisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus agar aku terlihat cantik, ia pakaikan juga perhiasan di tubuhku dari sisa uang belanja bulanannya. Padahal juga aku tahu, ia yang dengan penuh kesabaran, kelembutan dan kasih sayang mengajariku berjalan. Ia mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh, membasuh luka di kaki dan mendekapku erat-erat saat aku menangis.
Selepas SMA, ketika aku mulai memasuki dunia baruku di perguruan tinggi. Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya. Aku yang pintar, cerdas dan berwawasan seringkali menganggap Mami sebagai ketinggalan zaman, tak berwawasan hingga tak mengerti apa-apa. Hingga kemudian aku sadar meski Mami bukan orang berpendidikan, tapi doa di setiap kedua tangannya, pengorbanan dan cintanya jauh melebihi apa yang sudah kuraih. Tanpamu Mami, aku tak akan pernah menjadi aku yang sekarang.
Pada saat berfikir ingin menikah waktu itu. Ia tunjukkan bagaimana meneguhkan hati, memantapkan langkah menuju dunia baru itu. Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukkan, jauh lebih indah dari keindahan senyuman calon suamiku. Apabila hari pernikahanku tiba mungkin saat itulah aku menyadari, betapa berarti dirinya untuk kehidupanku ke depan.
Kini setelah Mamiku pergi untuk meninggalkanku selama-lamanya. Apa yang dia ajarkan untukku membuat, aku sangat ingin menjadi istri yang shaleh dan taat kepada suamiku. Saat ini aku sangat merindukannya dan aku ingin mencium kedua tangan dan wajah Mamiku, meski ciuman itu tak sehangat cinta dan kasihnya kepadaku.

Aku selalu rindu padamu....Mami.
 
posted by dealovelucky at Tuesday, June 05, 2007 ¤ Permalink ¤


0 Comments: